Sabtu, 01 November 2008

Kumpulan Cerpen

Menjadi Pacar Dalam Sehari

Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah ...

Pagi buta gini kok ada yang muter lagu. Dengan terpaksa aku bangun, mencari sumber lagu itu berasal. Ternyata, suaranya berasal dari pojok tempat tidurku, bukan orang gila yang muter lagu pagi buta gini. Tetapi, suara dari ponselku. Ada SMS masuk.

Met pagi kak,.. =)

Egi gila! Pagi buta gini SMS yang nggak jelas. Aku pun me-reply SMS dari Egi. Gila.

Kok gila sih kak? Normal kan kalau aku ngucapin met pagi buat kakak ?!!

Kalau kamu ngucapinnya niat sih, gak papa dodol. Kalau jam 3 pagi kayak gini, selain gila, kamu emang kurang kerjaan!!!

Kalau aku ngeladenin SMS Egi, bisa-bisa aku yang malah jadi gila. Tuh anak nggak akan pernah berhenti ganggu sampai aku benar-benar marah. Lebih baik aku lanjutin tidurku aja. Nanti masih ada kuliah pagi.

* * *

"Okay class, now I will give you..."

Lagi-lagi tugas, sejak pertama aku ikut ekstra Conversation Club yang ada cuma tugas dan tugas. Aduh ... mana perutku mulai dangdutan, tadi nggak sempat makan karena selesai kuliah harus ke warnet ngerjain tugas kelompok. Hanya karena aku nggak bisa pakai internet, jadi dapat tugas nyatat bahan makalah deh. Ngantuk banget lagi.

"Sorry Mam I'm late,"

"You're always late!" kata Mam Citra sambil diikuti tawa siswa yang lain.

Kalau udah tabiat telat, ya mau digimanain juga akan tetap telat. Penyebabnya adalah makhluk itu, Egi yang nyebelin. Egi duduk di bangku kosong yang ada di sebelahku. Selalu dan selalu, kenapa sih dia selalu memilih duduk di sebelahku? Bukan merasa nyaman, yang ada juga cuma ganggu konsentrasi orang. Huh, sebel!

"Hey, Sis," sapa Egi.

"My name is Citra, not Sis!" jawabku.

"Maksud aku Sister, kamu kan kakak aku!"

"Enak aja. Sejak kapan aku jadi kakakmu? Lagian aku juga nggak mau punya adik yang nyebelin kayak kamu."

"Nggak masalah kalau kakak nggak mau punya adik kayak aku, Tapi, aku mau kok punya kakak yang jutek kayak kamu."

"Hey?!" Aku menatapnya dengan tajam. Dasar, Egi ngetawain aku.

Aku sempat melirik ke arah Egi. Dia tampak serius mendengarkan pertanyaan dari Mam Citra. Kalau dilihat-lihat, anak ini cakep juga, manis banget. Tapi, nyebelinnya minta ampun deh.

* * *

Selesai kuliah aku, menuju ruang conversation. Aku mendekati kerumunan orang yang sedang memperhatikan pengumuman di mading. Aku mencari namaku satu per satu dari daftar nama yang ada. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara seseorang yang aku kenal.

"Kakak lulus kok," kata Egi.

"Tahu dari mana?" tanyaku kurang yakin.

"Tuh, urutan ke- 9, Amanda Putri LULUS" tunjuk Egi.

"Kamu sendiri lulus?" tanyaku.

"Ya iyalah, Egi pasti lulus dong,"

"Kumat lagi deh sombongnya," aku berbalik menjauhi kerumunan orang.

"Kak tunggu," Egi mengejarku.

"Apa?"

"Kakak ada acara?"

"Kenapa?"

"Conversation Club-nya kan udah selesai tuh dan kita sama- sama lulus. Gimana kalau kita bikin acara perpisahan kecil-kecilan? Mau ya Kak?" rayu Egi.

"Kapan? "

"Terserah kakak aja."

"Oke deh, nanti aku hubungin kamu".

* * *

"Tahu dari mana tempat kayak gini? bukannya kamu nggak punya pacar?" tanyaku pada Egi. Kalau tempatnya di sini, gak pantes buat acara perpisahan. Adanya juga untuk ngerayain Valentine. Meja dengan setting candle light dinner.

Lampu-lampu yang romantis. Seharusnya, Valentine kemarin aku ada di sini dengan Aldo. Bukan sekarang ini dengan Egi. Nanti orang-orang malah mengira aku pacaran sama Egi, sama berondong, ampun deh.

"Kalau kakak nggak nyaman, kita bisa pindah ke tempat yang lain kok," tawar Egi.

"Nggak usah, aku suka kok di sini," jawabku. Aku nggak mau mengecewakan Egi. Lagian selama pacaran dengan Aldo, aku gak pernah candle light dinner berdua kayak gini. Aldo emang beda dengan Egi.

"Aku boleh tanya gak?" tanya Egi di sela-sela acara makan kita.

"Tumben tanya? Biasanya, kalau mau ngomong, kamu suka asal nyerocos tanpa mikir tanggapan dari orang,"

"Boleh tanya nggak? Jawabnya malah panjang lebar gitu."

"Kok marah sih, ya bolehlah."

"Kalau ada yang suka sama kakak, gimana?"

"Gimana apanya?"

"Tanggapan kakak?"

"Ya nggak maulah!! Aku kan udah punya Aldo".

"Kalau aku yang suka sama kakak?"

"Apalagi orang kayak kamu. Ogah!!" jawabku.

"Kenapa?" tanya Egi serius.

"Karena kamu aneh, jahil, suka marah-marah nggak jelas,"

Aduh, Egi kok serius banget sih. Egi terus menatapku. Sepertinya, dia ingin jawaban yang lebih meyakinkan.

"Seperti yang aku bilang tadi, Aku punya Aldo," jawabku serius.

"Udah dong Gi, senang banget sih kalau ngerjain aku"

Sebenarnya, aku juga punya sedikit perasaan sama Egi. Aku nyaman kalau ada di dekat dia. Aku bahagia. Aku senang dengan semua perhatian dari dia. Tapi, aku juga masih sayang sama Aldo, bagaimanapun sikapnya terhadap aku.

"Jangan gila deh Gi, kamu tuh aneh. Jadi, aku gak akan mau pacaran sama kamu," aku berusaha membuat pembicaraan ini nggak terlalu serius. Aku nggak tahu haras ngomong apa lagi.

"Kalau kakak nggak punya Mas Aldo, nggak punya pacar? Kakak pasti mau pacaran sama aku?" tanya Egi sambil memakan es krim yang barusan di antar pramusaji. Plus senyum ge-er-nya. Nih anak bener-bener aneh.

"Justru itu, walaupun aku nggak punya pacar, walaupun kamu satu-satunya cowok di dunia ini, aku yakin aku gak akan pernah mau pacaran sama kamu."

"Kakak yakin?"

"Ya dong, kamu tahu kenapa? Karena kamu lebih muda dari aku. Aku gak mau pacaran sama anak kecil, apa kata dunia?"

"Cuma beda setahun aja. Lagian usia gak menjamin kedewasaan seseorang kan kakak?"

"Iya, aku tahu. Tapi, tetap status umur kan beda!!"

"Gini aja deh, aku gak mau membahas ini lama-lama. Sebab, jawaban dan alasanku buat kamu akan tetap sama. Kalau kamu seumuran sama aku, aku pasti mau... Pacaran sama kamu adik kecil," ujarku. Egi terdiam beberapa saat.

"Beneran kalau aku seumuran sama Kakak, Kakak mau menerimaku menjadi pacar? Kakak nggak bohong?" tanya Egi kemudian.

"Nggak," jawabku.

"Oke deh. Suatu saat aku akan menagih janji Kakak,"

"Iya, tunggu aja sampai kehidupan selanjutnya," aku pun tertawa. Mungkin aja kita seumuran. Aku menghabiskan sesendok es krim vanila terakhirku. Egi pun tersenyum.

***

Tiba-tiba aku ingat Egi. Sudah lima hari ini aku nggak pernah ketemu dia. Kok, jadi ingat Egi. Aku mengambil ponselku, ada SMS.

Kakak gak ngucapin selamat ulang tahun buat aku? SMS dari Egi. Aku melihat ke meja di pojok kamar. Kalender hari ini tanggal 28 Februari 2008. Jadi, hari ini Egi ulang tahun? Kebetulan banget hampir sama dengan hari ulang tahunku. Aku me-reply SMS Egi.

Selamat ulang tahun adik kecil, ...

Nanti mau aku traktir di mana? Sekalian ada yang mau aku tanyain. Balasan dari Egi.

Terserah kamu, karena kamu yang ulang tahun.

Aku jemput? Di tempat perpisahan yang dulu ya?

Nggak usah, ketemu aja di tempat itu.

"Udah lama? Maaf ya telat," kataku.

"Nggak papa, aku juga barusan sampai,"

"Selamat ulang tahun ya Egi,"

"Aku nggak minta yang macam-macam kok sama kamu,"

"Terus apa dong?

"Aku cuma ingin janji?"

Emang aku janji apa?

"Ya, janji kamu beberapa hari yang lalu di tempat ini," Egi berusaha mengingatkan aku, tapi aku gak ngerti maksud Egi. Aku hanya diem, berharap Egi memberi penjelasan.

"Aku mau jadi pacar kamu,"

"Hah? Pacar?? Kan, aku udah bilang Gi," Egi Memotong kata-kataku.

"Iya aku masih ingat, kamu nggak mau pacaran sama cowok yang lebih muda dari kamu, apa kata dunia!"

"Tuh kan masih ingat" aku menyela.

"Sekarang tanggal berapa?" tanya Egi.

"28 Februari 2008"

"Besok tanggal berapa?"

"Tanggal 29 Februari 2008, Anak kecil juga tahu kali,"

"Hari ini umurku sama dengan kakak, 21 tahun,"

Apa? Hari ini Egi seumuran denganku? Pantas aja dari tadi dia nggak manggil aku Kakak, tapi pakai kamu. Bodoh. Kok, aku nggak kepikiran sampai gitu. Jadi, aku harus gimana?

"Tetap gak bisa. Cuma hari ini aja kita seumuran. Besok aku lebih tua lagi dari kamu,"

"Justru itu, hari ini aja. Aku mau kamu jadi pacar aku, sehari ini aja. Besok Kakak ulang tahun, aku jadi nggak bisa seumuran lagi dengan Kakak,"

"Iya deh. Tapi hari ini aja kan?" jawabku. Maafin aku Aldo.

"Tapi, empat tahun lagi aku akan menagih janji Kakak. Setiap empat tahun untuk sehari," ujar Egi.

Readmore »»